Culex vishnui Sebagai Vektor Filariasis Potensial di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau

  • Rahman Irpan Pahlepi Balai Litbangkes Baturaja
  • Santoso santoso Balai Litbangkes Baturaja
  • Vivin Mahdalena Balai Litbangkes Baturaja
  • Marini Marini Balai Litbangkes Baturaja
Keywords: filariasis, Culex vishnui, potential vector, habitats, Kuantan Singingi

Abstract

Abstract. Kuantan Singingi District is one of the endemic areas of filariasis in Riau Province. Mass treatment activities have been done, but the results of TAS-1 in 2016 with Brugia Rapid Test still found 11 positive children, this condition indicates that there is still new transmission in Kuantan Singingi Regency. The purpose of this study was to determine the mosquito species which potentially become vector filariasis - and to determine the types of potential breeding habitats for mosquito larvae. This research was done in Pulau Panjang Cerenti Village, Cerenti District and Sukadamai Village, Singingi Hilir District in September and November 2017. Catching mosquitoes held for 12 hours starting at 18.00 -06.00 WIB, using the modification of human landing collection double net method. Mosquito catching was done twice, with an interval of one month, at three points/locations for two consecutive nights. There were 24 species of mosquito caught in the two villages. The most dominant species in Pulau Panjang Village was Culex vishnui (54.89%) with indoor and outdoor MHD were 4.5; 16.08 species/man/hour, Sukadamai Village was Culex quinquefasciatus (95.42%) with indoor and outdoor MHD were 23.58; 19.08 species/man/hour. PCR examination results on mosquitoes caught in Sukadamai Village was found microfilarian DNA  B. malayi in Cx.vishnui, so potentially become filariasis vector. Breeding habitats that are found mostly was fish ponds that are no longer used, puddles, and swamps. Riverfront habitats was only found in Pulau Panjang Village.

 Keywords: filariasis, Culex vishnui, potential vector, habitats, Kuantan Singingi

 

 Abstrak. Kabupaten Kuantan Singingi merupakan satu diantara wilayah endemis filariasis di Provinsi Riau. Kegiatan pengobatan massal telah dilakukan, namun hasil TAS-1 tahun 2016 dengan Brugia Rapid Test masih ditemukan 11 anak positif. Kondisi ini menunjukan bahwa masih terjadi penularan baru di Kabupaten Kuantan Sengingi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui spesies nyamuk yang berpotensi menjadi vektor filariasis dan mengetahui jenis-jenis habitat perkembangbiakan potensial bagi larva nyamuk. Pengumpulan data telah dilakukan di Desa Pulau Panjang Cerenti Kecamatan Cerenti dan Desa Sukadamai Kecamatan Singingi Hilir pada bulan September dan November 2017. Penangkapan nyamuk dilakukan selama 12 jam dimulai dari pukul 18.00 -06.00 WIB, menggunakan metode modifikasi human landing collection double net. Penangkapan nyamuk dilakukan sebanyak dua kali, dengan selang waktu satu bulan, pada tiga titik/lokasi selama dua malam berturut-turut. Spesies nyamuk yang tertangkap di dua desa sebanyak 24 spesies. Spesies yang paling dominan di Desa Pulau Panjang yaitu Culex vishnui (54,89%) dengan MHD di luar dan dalam rumah yaitu 4,5 dan 16,08 ekor/orang/jam, sedangkan di  Desa Sukadamai yaitu Cx. quinquefasciatus (95,42%) dengan MHD di luar dan dalam rumah yaitu 23,58 dan 19,08 ekor/orang/jam. Hasil pemeriksaan PCR pada nyamuk yang tertangkap di Desa Sukadamai ditemukan DNA mikrofilaria B. malayi pada nyamuk Cx. vishnui sehingga berpotensi menjadi vektor filariasis. Habitat perkembangbiakan yang ditemukan sebagian besar adalah kolam ikan yang sudah tidak digunakan lagi, genangan air, dan rawa. Habitat tepi sungai hanya ditemukan di Desa Pulau Panjang.

 Kata Kunci: filariasis, Culex vishnui, vektor potensial, habitat, Kuantan Singingi

References

1. Dwi N. Dinamika penularan dan faktor risiko kejadian filariasis di Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi tahun 2014. J Penelit Univ Jambi Seri Sains. 2016;18(1):56-63.
2. Yanuarini C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan. FIKkeS J keperawatan. 2015;8(1):1-14.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 94 Tahun 2014, Tentang Penanggulangan Filariasis. Indonesia; 2014:1-118.
4. Infodatin. Menuju Indonesia bebas filariasis. Jakarta; 2018.
5. Dirjen P2TVZ Kemkes. Strategi Percepatan penanggulangan filariasis dan kecacingan di Indonesia Situasi filariasis dan cacingan di Indonesia. Jakarta; 2020.
6. Dinkes Kepulauan Riau. Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau. Kuantan Singingi: Dinas Kesehatan Kabupaten Kuantan Singingi; 2016.
7. Santoso, Pahlepi IR, Suryaningtyas NH, Yenni A, Marini, Magdalena V D. Laporan akhir penelitian : Studi evaluasi eliminasi filariasis di Indonesia tahun 2017 (Studi Multicenter Filariasis), Area Penelitian Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Baturaja; 2017.
8. Irish SR, Al-Amin HM, Paulin HN, et al. Molecular xenomonitoring for Wuchereria bancrofti in Culex quinquefasciatus in two districts in Bangladesh supports transmission assessment survey findings. PLoS Negl Trop Dis. 2018;12(7):1-12. doi:10.1371/journal.pntd.0006574
9. Santoso, Yahya, Ambarita LP, Budiyanto A, Suryaningtyas NH, I Gede Wempi DSP D. Evaluasi penularan filariasis limfatik di Provinsi Riau dan Bangka Belitung: Parasit pada manusia dan reservoir. Balaba J Litbang Pengendali Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara. 2019:115-124. doi:10.22435/blb.v15i2.1625
10. Qiang Gao, Fei Wan, Xihong Lv, Hui Cao, Jianjun Zhou, Fei Su et al. Comparison of the human-baited double net trap with the human landing catch for Aedes albopictus monitoring in Shanghai, China. Parasites and Vectors. 2018;11(1):1-12. doi:10.1186/ s13071-018-3053-8
11. H. Richardson. Rampa Rattanarithikul Ralph E. Harbach Bruce A. Harrison Prachong Panthusiri Russell E. Coleman Jason. Illustrated Key to the mosquitoes of Thailand. VI. (Supavej S, ed.). Thailand: SEAMEO Regional Tropical Medicine and Public Health Network; 2010.
12. Jourdain F, Picard M, Sulesco T, Haddad N3, Harrat Z, Sawalha SS, Günay F et al. Identification of mosquitoes (Diptera: Culicidae): an external quality assessment of medical entomology laboratories in the MediLabSecure Network. Parasites and Vectors. 2018;11(1):1-7. doi:10.1186/ s13071-018-3127-7
13. Dyab AK, Galal LA, Mahmoud AES, Mokhtar Y. Xenomonitoring of different filarial nematodes using single and multiplex PCR in mosquitoes from assiut governorate, Egypt. Korean J Parasitol. 2015;53(1):77-83. doi:10.3347/kjp.2015.53.1.77
14. Heym EC, Kampen H, Krone O, Schäfer M, Werner D. Molecular detection of vector-borne pathogens from mosquitoes collected in two zoological gardens in Germany. Parasitol Res. 2019;118(7):2097-2105. doi:10.1007/s00436-019-06327-5
15. Perwitasari D, Res RN, Ariati J, et al. Detection of dengue virus using a field- deployable PCR system : Evaluation on human serum samples in Indonesia. SoutheaSt aSian J trop Med public Heal. 2019;50(6).
16. Retno Hestiningsih, Elsye Giovanny Puspitasari, Martini, Atik Mawarni SP. Populasi Culex sp sebagai vektor filariasis. Ilm Stikes Kendal. 2019;9(2):165-174.
17. Rahmayanti A, Pinontoan O, Sondakh R. Survei dan pemetaan nyamuk Culex spp di Kecamatan Malalayang Kota Manado Sulawesi Utara. Public Heal J. 2017;6(3):1-8.
18. Zen S. Studi komunitas nyamuk penyebab filariasis di Desa Bojong Kabupaten Lampung Timur. BIOEDUKASI (Jurnal Pendidik Biol. 2015;6(2):129-133. doi:10.24127/bioedukasi.v6i2.341
19. Pratiwi R, Anwar C, Salni, Hermansyah, Novrikasari, Hidayat R et al. Diversity and abundance model according to habitat characteristics of filariasis vector, Mansonia spp. in Banyuasin, South Sumatera, Indonesia. J Phys Conf Ser. 2019;1246(1). doi:10.1088/1742-6596/1246/1/012039
20. Adnyana NWD, M . Laumalay H, Tallan MM. Penentuan nyamuk Anopheles spp sebagai vektor filariasis di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Media Penelit dan Pengemb Kesehat. 2019;29(2):177-188. doi:10.22435/mpk.v29i2.281
21. Mulyaningsih B, Umniyati SR, Hadisusanto S, Edyansyah E. Study on vector mosquito of zoonotic Brugia malayi in Musi Rawas, South Sumatera, Indonesia. Vet World. 2019;12(11):1729-1734. doi:10.14202/vetworld.2019.1729-1734
22. Portunasari WD, Kusmintarsih ES, Riwidiharso E. Survei Nyamuk Culex spp. sebagai Vektor Filariasis di Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Biosfera. 2017;33(3):142. doi:10.20884/1.mib.2016.33.3.361
23. Yulidar. Populasi nyamuk yang berpotensi sebagai vektor filariasis di Kabupaten Aceh Utara. J Biot. 2018;6(1):70-74.
24. Istianah S, Mulyaningsih B, Umniyati SR. Diversity and activities of mosquito in Yogyakarta Special Region Province, Indonesia, a non filariasis endemic area. E3S Web Conf. 2020;151:1-4. doi:10.1051/ e3sconf/202015101016
25. Fitriyana F, Sukendra DM, Windraswara R. Distribusi Spasial vektor potensial filariasis dan habitatnya di daerah endemis. HIGEIA (Journal Public Heal Res Dev. 2018;2(2):320-330. doi:10.15294/higeia.v2i2.17851
26. Maryanti E, Andriyani A, Suyanto S. Gambaran penderita filariasis di Kabupaten Meranti Provinsi Riau Periode 2009-2014. J Ilmu Kedokt. 2017;10(2):112. doi:10.26891 /jik.v10i2.2016.112-120
27. Dorkenoo MA, De Souza DK, Apetogbo Y, et al. Molecular xenomonitoring for post-validation surveillance of lymphatic filariasis in Togo: No evidence for active transmission. Parasites and Vectors. 2018;11(1):1-9. doi:10.1186/s13071-017-2611-9
28. Salim MF, Baskoro T, Satoto T, Kusnanto H. Zona Kerentanan filariasis berdasarkan faktor risiko dengan pendekatan sistem informasi geografis. J Inf Syst Public Heal. 2016;1(1):16-24.
29. Ridha MR, Sembiring WRG. Perilaku mengisap darah dan perkiraan umur populasi di alam nyamuk potensial vektor filariasis di Desa Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. J Vektor Penyakit. 2019;13(2):77-86. doi:10.22435/ vektorp.v13i2.1008
30. Munawwaroh L, Pawenang ET. Evaluasi program eliminasi filariasis dari aspek perilaku dan perubahan lingkungan. Unnes J Public Heal. 2017;5(3):195. doi:10.15294 /ujph.v5i3.10013
31. Supriyono S, Tan S, Hadi UK. Perilaku nyamuk mansonia dan potensi reservoar dalam penularan filariasis di Desa Gulinggang Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan. ASPIRATOR - J Vector-borne Dis Stud. 2017;9(1):1-10. doi:10.22435/aspirator.v9i1.4443.1-10
32. Santoso S, Yahya Y, Ambarita LP, et al. Evaluasi penularan filariasis limfatik di Provinsi Riau dan Bangka Belitung: Parasit pada manusia dan reservoir. Balaba J Litbang Pengendali Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara. 2019:115-124. doi:10.22435/blb.v15i2.1625
Published
2020-06-29
How to Cite
1.
Pahlepi R, santoso S, Mahdalena V, Marini M. Culex vishnui Sebagai Vektor Filariasis Potensial di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. ASP [Internet]. 29Jun.2020 [cited 20Apr.2024];12(1):1-0. Available from: http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/3040