Permasalahan Filariasis dan vektornya di Desa Soru Kecamatan Umbu Ratunggai Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur

Filariasis and its vector in Soru village Umbu Ratunggai subdistrict, Central Sumba, East Nusa Tenggara

  • Ruben Wadu Willa Loka Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Waikabubak
  • Monika Noshirma Loka Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Waikabubak
Keywords: endemisitas filariasis, vektor, Sumba Tengah. Nusa Tenggara Timur

Abstract

Abstrak. Sampai saat ini filariasis masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Kabupaten Sumba Tengah merupakan salah satu daerah dengan kasus klinis filariasis dan terdapat 306 kasuspada tahun 2013. Penelitianini bertujuan untuk menentukan endemisitas dan nyamuk penular filariasis di desa Soru Kabupaten Sumba Tengah. Survei darah jari dan vektor dilaksanakan tahun 2014 di desa Soru Ka-bupaten Sumba Tengah. Penelitian merupakan penelitian observasional dengan pendekatan potong lin-tang. Jumlah penduduk yang di survei darah jarinya sebanyak 500 orang. Untuk mengetahui vektornya dilakukan survei nyamuk dewasa dan habitat perkembangbiakan. Hasil survei darah jari diperoleh angka Mf-rate sebesar 0,2% dengan jenis cacing penyebab filariasis adalah Brugia timori. Hasil pembedahan terhadap probosis dan thoraks nyamuk tidak ditemukan satupun nyamuk yang positif mengandung larva cacing filarial semua stadium. Nyamuk yang ditemukan terdiri dari beberapa genera antara lain Anophe-les sp sebanyak 9 spesies, Aedes sp sebanyak 3 spesies dan Culex sp sebanyak 7 spesies. Kepadatan menggigit tertinggi yaitu An. kochi di luar rumah, serta An. maculatus dan An. aconitus di dinding. Desa Soru bukan merupakan daerah endemis filariasis dengan nyamuk yang diduga sebagai vektor adalah An. kochi, An. maculatus dan An. aconitus.

References

1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Rencana Nasional Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia; 2010.
2. Anderson RC, Bain OCIH. Keys to the Nematode Parasites of Vertebrata No 3. Keys to the Genera of the or Spiruda. Part 3. Diplotriaenoidea, Aproctoidea and Filarioidea. Commonwealth Agricultural Bureaux, England; 1958. pp 56-57.
3. Ni Wayan DA. Laporan Penelitian Pemetaan Sebaran Vektor dan Kasus Filariasis di Pulau Sumba; 2014.
4. Hairston NG, Jachowski LA. Analysis of the Wuchereria bancrofti population in the people of American Samoa. Bull.Wld. Hlth.Org., 38.29-59.
5. Sudjadi FA, Parasitisme Cacing Filaria Dalam Konteks Eliminasi Filariasis Limfatik Tahun 2020, Univesitas Gadjah Mada; 2004.
6. O’Connor CT, Soepanto A. Kunci Bergambar Anopheles Betina di Indonesia. Departemen Kesehatan. Jakarta; 1994.
7. Leemingsawat, S., Deesin, T., Vutikes, S. Determination of Filariae in Mosquitoes, in Practical Entomology Malaria and Filariasis (Eds. Sucharit, S., Supavej, S.). The Museum and Reference Centre, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University; 1987.
8. Willa RW. Situasi Filariasis di Kabupaten Sumba Tengah Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2009. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2012; 22(1): 45 – 50.
9. Atmosoedjono S, Partono F, Dennis DT, Purnomo. Anopheles barbirostris as Vector of the Timor filarial in Flores: Preliminary observation. J Med Publ; 1977;13: 611-613.
10. Sopi IIPB. Situasi Pasca Pengobatan Massal Filariasis di Desa Buru Kaghu Kecamatan Wewewa Selatan, Sumba Barat Daya., Jurnal Ekologi Kesehatan, 2014; 13(2) : 116-129.
11. Triwijayanti. Analisis Situasi Filariasis Limfatik di Kelurahan Simbang Kulon Kabupaten Pekalongan., Jurnal Balaba, 2009; 5(1): 11-16
12. Hasmiwati, Nurhayati. Kajian Nyamuk Vektor di Daerah Endemik Filariasis di Kenanggarian Mungo Kabupaten Lima Puluh Kota, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2009; 3(2): 58 -61.
13. Purwanty A. Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis. Departemen of Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Buletin Jendela Epidemiologi, 2010;1 : 15 – 19.
14. Kementerian Kesehatan Repoblik Indonesia, Atlas Vektor Penyakit di Indonesia, Seri 1,
Balai Besar Penelitian Pengembangan Vektordan Reservoir Penyakit, Salatiga.
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Penentuan dan Evaluasi Daerah Endemis Filariasis. Direktorat Jenderal P2 PL, Jakarta; 2005.
16. Lee V.H, Atmosoedjono S, Dennis DT, Suhaepi A. The anopheline (diptera culicidae) of malaria and Bancroftian filariasis in Flores island. Indonesia J. Med entomol 1983; 20 (5) : 557-78.
17. Sasa M. Epidemiology of filariasis and schistomiosis in asi arm the pasific. A review. Research in filariasis and schistomiasis Vol 2; 1972.
18. Boesri H. Spesies Anopheles dan peranannya sebagai vektor malaria di lokasi transmigrasi Manggala Lampung utara. Cermin Dunia Kedokteran; 1994
19. Mulyono RA. Suharyo H. Hadi W. Faktor Risiko Lingkungan dan Perilaku yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Filariasis (Studi Kasus di Wilayah Kerja Kabupaten Pekalongan) Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Undip; 2008.
20. Nurjana MA. Aspek Epidemiologi dalam Penanggulangan Filariasis di Indonesia, Jurnal Vektor Penyakit., 2009 ; 3 (1) : 33-40
21. Garjito TA, et al. Filariasis dan Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Penularannya di Desa Pangku-Tolole Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi-Muotong Provinsi Sulawesi Tengah, Jurnal Vektora, 2013; 5(2): 54-65.
22. Sujatha V, Nagendra CRR. Environmental Care In The Control Of Filariasis. A Case Study” in Martin J. Bunch, V. Madha Suresh and T. Vasantha Kumaran, eds.,Proceedings of the Third International Conference on Environment and Health, Chennai,India, 15-17 December, 2003. Chennai: Department of Geography, University of Madras and Faculty of Environmental Studies, York University. pp. 529 – 536.
Published
2015-12-21
How to Cite
1.
Willa R, Noshirma M. Permasalahan Filariasis dan vektornya di Desa Soru Kecamatan Umbu Ratunggai Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur. ASP [Internet]. 21Dec.2015 [cited 6May2024];7(2):58-5. Available from: http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/4517