Analisa Keberhasilan Program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis Re-TAS 1 di Kabupaten Hulu Sungai Utara

Success Analysis of the Mass Drug Administration (MDA) for Lympatic Program Re-TAS 1 in Hulu Sungai Utara District

  • Yuniarti Suryatinah Balai Litbangkes Tanah Bumbu, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, Jalan Loka Litbang Kawasan Perkantoran Pemda Kab Tanah Bumbu, Batulicin, Kalimantan Selatan, Indonesia
  • Nita Rahayu Balai Litbangkes Tanah Bumbu, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, Jalan Loka Litbang Kawasan Perkantoran Pemda Kab Tanah Bumbu, Batulicin, Kalimantan Selatan, Indonesia https://orcid.org/0000-0002-7332-7077
  • Sri Sulasmi Balai Litbangkes Tanah Bumbu, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, Jalan Loka Litbang Kawasan Perkantoran Pemda Kab Tanah Bumbu, Batulicin, Kalimantan Selatan, Indonesia
  • Windy Tri Yuana Balai Litbangkes Tanah Bumbu, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, Jalan Loka Litbang Kawasan Perkantoran Pemda Kab Tanah Bumbu, Batulicin, Kalimantan Selatan, Indonesia
  • Dian Eka Setyaningtyas Balai Litbangkes Tanah Bumbu, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, Jalan Loka Litbang Kawasan Perkantoran Pemda Kab Tanah Bumbu, Batulicin, Kalimantan Selatan, Indonesia
Keywords: MDA, Filariasis, Pharmaceutical powder, re-Transmission Assessment Survey

Abstract

District of Hulu Sungai Utara conducted an additional 2 (two) rounds of Mass Drug Administration (MDA) for filariasis prevention in 2014 and 2015 that resulted in the success of the re-Transmission Assessment Survey Phase 1 (re-TAS 1) in 2016. This study was conducted to identify factors affecting the technical aspects of the aforementioned two additional rounds of MDA. This is a descriptive qualitative study, with a cross-sectional study design. The research was performed from September to November 2017. Data was collected through in-depth interviews with some executive stakeholders (health workers, cadres, community leaders, local women group) involved in the implementation of MDA for the filariasis elimination program. The result from indepth interviews shows the presence of technical factors at the execution level which supports the smooth implementation of the two additional rounds of MDA. Those factors include communication, resources, operational standard, bureaucracy, and pharmaceutical innovation. The success of the additional MDA rounds
was marked by the absence of the re-TAS sample that was tested positive of Brugia Rapid™. The pharmaceutical innovation which transforms the dosage form of the medication into powdered form with some additional sweetener that was done in 2014-2015 can improve coverage of the treatment as well as the medication adherence for the early childhood population group. Changing pharmaceutical dosage forms require additional support in the form of human resources, infrastructure as well as financing

References

1. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin : Menuju Indonesia Bebas Filariasis. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.2018.

2. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.2016.

3. Habibah Z, Sungkar S. Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2012-2013. eJournal Kedokt Indones. 2015; 3: 199–203.

4. Setyaningtyas DE, Yuana WT, Rahayu N. Keberhasilan Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. BALABA. 2017; 13: 133–142.

5. Santoso, Cahyaningrum S. Re-Transmission Assessment Survey Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016. BALABA. 2018; 13: 143–152.

6. Juhairiyah J, Fakhrizal D, Hidayat S, Indriyati L, Hairani B. Kepatuhan Masyarakat Minum Obat Pencegah Massal Filariasis (Kaki Gajah): Studi Kasus Desa Bilas, Kabupaten Tabalong. J Vektor Penyakit. 2019; 13: 49–58.

7. Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Tahun 2015. 2016.

8. Suprapto A, Senewe FP, Irianti S, Anorital, Hananto M, Rachmawati F et al. Laporan Akhir Riset Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017 (Studi Multisenter Filariasis). 2017; 2017: 99–102.

9. Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Profil Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2016. 2016.
10. Fakhrizal D, Hariyati E, Annida, Hidayat S, Juhairiyah. Prevalensi dan Kebijakan Pengendalian Kecacingan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan. J Kebijak Pembang. 2019; 14: 31–36.

11. Nuhung H, Rahayu N, Suryatinah Y, Andiarsa D, Paisal, Annida et al. Laporan Akhir Riset Studi evaluasi eliminasi filariasis di Indonesia tahun 2017 : Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Hulu Sungai Utara. 2017; :84–87.

12. Kesuma AP, Ikawati B. Keterlibatan Stakeholder pada Program Eliminasi Filariasis di Pasaman Barat dari Perspektif Konfigurasi Organisasi. Ber Kedokt Masy. 2019; 35.

13. Ginandjar P, Kusariana N, Saraswati LD. Peran Tenaga Pelaksana Eliminasi Dalam Pelaksanaan Program Pemberian Obat Secara Massal (POPM) Filariasis Di Kota Pekalongan. J Kesehat Masy. 2019; 18. doi:10.14710/mkmi.18.1.

14. Girsang PE, Saraswati LD, Ginandjar P. Gambaran Kinerja Tenaga Pelaksana Eliminasi Filariasis dalam Pelaksanaan POPM Filariasis di Kabupaten Semarang (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Leyangan). J Kesehat Masy. 2020; 8: 122–127.

15. Ipa M, Astuti EP, Yuliasih Y, Hendri J, Ginanjar A. Kinerja Kader Kesehatan dalam Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Cibeureum dan Cibingbin , Kabupaten Kuningan. J Media Litbangkes. 2018; 28: 1–8.

16. Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu Sungai Utara. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2015 (up date data 21 Nov 2018). 2020. https://hulusungaiutarakab.bps.go.id/dynamictable/2017/07/27/940/-pdrb-kabupaten-hulu-sungai-utara-atas-dasarharga-konstan-2010-menurut-pengeluaran-tahun-2010-2018.html (accessed 7 May 2020).

17. Widyastiwi, Sugihartina G, Pamudjo I. Daya Terima Sediaan Puyer Racikan Obat Anti Tuberkulosis di Salah Satu Rumah Sakit di Bandung. J Farm Klin Indones. 2017; 6: 99–106.

18. Arianto E. Sistem Takar Obat Serbuk (Puyer). J Penelit. 2016; Volume 19: 124–132.

19. Widyaswari R, Wiedyaningsih C. Evaluasi Profil Peresepan Obat Racikan Dan Ketersediaan Formula Obat untuk Anak Di Puskesmas Propinsi DIY. Maj Farm. 2017; 8: 227–234.

20. Rahayu P, Yusrizal. Keseragaman Bobot Resep Racikan Serbuk Bagi (Pulveres) Di Apotek Kota Bandar Lampung Tahun 2017. J Anal Kesehat. 2019; 8: 13–16.

21. Pakel D, Sumah DF, Rehena Z. Keberhasilan Minum Obat Puyer bagi Balita dengan Menggunakan Gula Pasir di Wilayah Kerja Puskesmas Passo Ambon. Moluccas Heal J. 2019; 1: 90–96.
Published
2021-06-29
How to Cite
1.
Suryatinah Y, Rahayu N, Sulasmi S, Yuana W, Setyaningtyas D. Analisa Keberhasilan Program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis Re-TAS 1 di Kabupaten Hulu Sungai Utara. ASP [Internet]. 29Jun.2021 [cited 20Apr.2024];13(1):9-2. Available from: http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/4651