Evaluasi Penularan Filariasis Limfatik di Provinsi Riau dan Bangka Belitung: Parasit pada Manusia dan Reservoir

Artikel ini telah ditarik dari terbitan Jurnal BALABA Vol 15 No. 2 Desember 2019 karena penulis terbukti melakukan "duplikasi publikasi artikel" pada Jurnal lain

  • Santoso Santoso Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Jalan A. Yani KM 7, Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Yahya Yahya Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Jalan A. Yani KM 7, Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Lasbudi Pertama Ambarita Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Jalan A. Yani KM 7, Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Anif Budiyanto Balai Litbangkes Baturaja
  • Nungki Hapsari Suryaningtyas Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Jalan A. Yani KM 7, Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • I Gede Wempi DSP Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Jalan A. Yani KM 7, Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Yanelza Supranelfy Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Jalan A. Yani KM 7, Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Tanwirotun Ni'mah Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Jalan A. Yani KM 7, Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Anorital Anorital Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Jalan Percetakan Negara No 29, Jakarta, Indonesia
  • Rita Marleta Dewi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Jalan Percetakan Negara No 29, Jakarta, Indonesia
Keywords: Riau, Bangka Belitung, lymphatic filariasis, reservoir, evaluation

Abstract

Mass treatment and evaluation surveys of filariasis transmission were strategies in the control of lymphatic filariasis. Mass Drug Administration (MDA) stop period surveillance is required for five years before obtaining a lymphatic filariasis elimination certificate. The aim of conducting the study was to evaluate the activities of lymphatic filariasis elimination in areas that have been doing MDA for five years. During July-November 2017, fingertip blood samples of people aged five years and examination of reservoir animals was done in Riau and Bangka Belitung Province. The results of the study found that in Kuatan Singingi and Pelalawan district Mf rate was <1%, in West Bangka and Belitung districts Mf rate> 1% with all specied identified as Brugia malayi. Survey of animal reservoir obtained positive of B. malayi on two cats (Felis attus), one dog (Canis familiaris), and one monkey (Macaca fascicularis). Riau Province was not a filariasis endemic area (Mf rate <1%), while Bangka Belitung Province Mf rate was still >1%. The risk of transmission in Kuantan Singingi District was already low, while in Pelalawan regency, West Bangka and Belitung were still high.

References

1. Meliyanie G, Andiarsa D. Program eliminasi lymphatic filariasis di Indonesia. JHECDs. 2018;3(2):63-70.

2. Kemenkes RI. Hasil Pre-TAS & TAS 2016. Jakarta: Kemenkes RI; 2017.

3. Paniz-Mondolfi A, Gárate T, Stavropoulos C, Fan W, González LM, Mark E, et al. Zoonotic filariasis caused by Novel Brugia sp. Nematode, United States, 2011. Emerg Infect Dis. 2014;20(7):1248-50. https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/20/7/pdfs/13-1654.pdf.

4. Kemenkes RI. Penentuan dan evaluasi daerah endemis filariasis dalam pedoman program eliminasi filariasis di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.

5. Suprapto A, Senewe FP, Irianti S, Anorital, Hananto M, Rachmawati F, et al. Studi evaluasi eliminasi filariasis di Indonesia Tahun 2017 (studi multisenter filariasis). Jakarta; 2017.

6. WHO. Bench Aids for the diagnosis of filarial infection. Genewa: WHO;1997.

7. Shodiana. Study epidemiologi tentang malaria pada pekerja tambang timah tradisional di Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia. pustaka.unpad.ac.id. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/11/Artikel-Cisral-Shodiana-S2-IKM-Unpad.pdf. Published 2013. Accessed September 20, 2019.

8. R.E.S Roy Nusa. Prevalensi dan keberadaan vektor malaria di Desa Teluk Limau Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung. Aspirator. 2012;4(1):14-20.

9. Santoso. Periodisitas parasit filariasis di Desa Karya Makmur Kecamatan Lubuk Rajam, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur pada Tahun 2007. J Ekol Kesehat. 2010;9(1):1178-83.

10. Yahya, Santoso. Studi endemisitas filariasis di wilayah Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari pasca pengobatan massal tahap III. Bul Penelit Kesehat. 2013;41(1):18-25.

11. Ridha MR, Fakhrizal D. Periodisitas non periodik brugia malayi di Kabupaten Tabalong. Vektora. 2017;5(2):79-86.

12. WHO. Lymphatic filariasis. Clinical manifestations. http://www.who.int/lymphatic_filariasis/epidemiology/epidemiology_manifestations/en/. Published 2017. Accessed June 6, 2018.

13. Santoso, Cahyaningrum S. Re-Transmission assessment survey filariasis pasca pengobatan massal di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016. BALABA. 2017;13(2):143-52.

14. Santoso, Yenni A, Oktarina R, Wurisastuti T. Efektivitas pengobatan massal filariasis tahap II menggunakan kombinasi DEC dengan Albendazole terhadap prevalensi Brugia malayi. Bul Penelit Sist Kesehat. 2015;41(2):161-68.

15. WHO. Monitoring and epidemiological assessment filariasis. [Internet]. http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/who_cds_cpe_cee_2005.50.pdf. Accessed March 11, 2015.

16. Suryaningtyas NH, Arisanti M, Satriani AV, Inzana N, Santoso, Suhardi. Kondisi masyarakat pada masa surveilans pasca-transmission assessment survey (TAS)-2 menuju eliminasi filariasis di Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung. Bull Heal Res. 2018;46(1):35-44. http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v46i1.7454.35-44.

17. Harrington H, Asugeni J, Jimuru C, Gwalaa J, Ribeyro E, Bradbury R, et al. A practical strategy for responding to a case of lymphatic filariasis post-elimination in Pacific Islands. Parasite & Vectors. 2013;6(218):1-7.

18. Oktarina R, Santoso, Taviv Y. Gambaran angka prevalensi mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin pasca pengobatan massal tahap III. BALABA. 2017;13(1):11-20.

19. Nurjana MA, Chadijah S, Veridiana NN, Anastasia H. Situasi filariasis setelah pengobatan massal tahun ketiga di Kabupaten Mamuju Utara. J Ekol Kesehat. 2017;16(2):93-103.

20. Supriyono, Suriyani Tan S, Hadi UK. Perilaku nyamuk mansonia dan potensi reservoar dalam penularan filariasis di Desa Gulinggang Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan. Aspirator. 2017;9(1):1-10.

21. Kamil T. Studi biologis dan potensi vektor alami dirofilaria immitis sebagai landasan penyiapan bahan hayati. [Tesis] Fakultas Kedokteran Hewan IPB; 2002.

22. Edyansyah E. Epidemiologi filariasis di Desa Muara Padang Kecamatan Muara Padang Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. [Tesis] Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis UGM; 2011.

23. Edyansyah E, Wijaya Y. Hospes reservoir dan suspek vektor filariasis di Desa Muara Padang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. J Vektor Penyakit. 2012;VI(2):7-13.

24. Assady M, Nazarudin, Aliza D, Hamdani, Aisyah S, Rosmaidar. Prevalensi dirofilariasis pada anjing lokal (Canis domestica) di Kecamatan Lhoknga Aceh Besar secara patologi anatomis. J Med Vet. 2016;10(2):109-11.

25. Gunathilaka N, Shirom S, Lakmini W, Gayana G, Nilanga P. Subcutaneous dirofilariasis caused by Dirofilaria (Nochtiella) repens in Sri Lanka: A potential risk of transmitting human dirofilariasis. SAGE Open Med Case Reports. 2017;5:1-4. doi:10.1177/2050313X17701373.

26. Erawan I, Ida T, Wisnu N, Widaya A. Produksi antibodi anti – dirofilaria immitis untuk pengembangan diagnosis dirofilariasis pada anjing. Bul Vet Udayana. 2016;8(2):112-16.

27. Simon F, Javier G, Alicia D, Paula J, Rodrigo M, Vladimir K. The complexitiy of zoonotic filariasis episystem and its consequences: A multidisciplinary view. Hindawi BioMed Res Int. 2017;17(10). http://doi.org/10.1155/2017/6436130.

28. Wongkamchai S, Nuntiya M, Pakpimom M, Piyanan T, Sumat L, Supom F. Rapid detection and identification of Brugia malayi, B.pahangi, and Dirofilariasis immitis by high-resolution melting assay. Vector-Borne Zoonotic Dis. 2013;31(1):31-6. doi:10.1089/vbz.2012.0971.
Artikel ini telah ditarik dari terbitan Jurnal BALABA Vol 15 No. 2 Desember 2019 karena penulis terbukti melakukan "duplikasi publikasi artikel" pada Jurnal lain
Published
2019-11-25
How to Cite
1.
Santoso S, Yahya Y, Ambarita L, Budiyanto A, Suryaningtyas N, DSP IG, Supranelfy Y, Ni’mah T, Anorital A, Dewi R. Evaluasi Penularan Filariasis Limfatik di Provinsi Riau dan Bangka Belitung: Parasit pada Manusia dan Reservoir. blb [Internet]. 25Nov.2019 [cited 20Apr.2024];15(2):115-24. Available from: http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/blb/article/view/1625
Section
Articles