Disparitas Balita Kurang Gizi di Indonesia

  • Sri Poedji Hastoety Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Nunik Kusuma Wardhani Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Sihadi Sihadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Kencana Sari Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Dwi Siska Kumala Putri Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Rika Rachmalina Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Nur Handayani Utami Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Made Dewi Susilawati Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Reviana Chitijani Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Febriani Febriani Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Keywords: disparitas, kurang gizi, anak balita

Abstract

Abstract
Malnutrition has a role not only to increase morbidity and mortality, but also to psychosocial aspects and intellectual development. Three criteria for malnutrition are: underweight, stunting and wasting, reflecting both past and present growth failures. Growth failure in children under five that occur simultaneously is strongly influenced by the socio-economic conditions of the family. This analysis discusses how disparities in malnourished children in Indonesia are seen from the socioeconomic dimensions of the household. The analysis was done by using Riskesdas 2013 data that was processed by using the HEAT (Health Equity Assessment Toolkit) program issued by WHO 2016. From the analysis, the prevalence of underweight, stunting and wasting simultaneously CIAF (Composite Index of Anthropometric Failure) was 2.5%. The lower the economy the higher the prevalence of underfive children experiencing CIAF, under-fives with CIAF mostly live in rural areas compared to CIAF children under five living in urban areas. There are still 15 provinces that have a CIAF prevalence higher than the national figure. CIAF toddlers are more prevalent in mothers with lower level education compared to mothers who have a fairly good level of education. CIAF toddlers occur more common at age over 36 months from the age under 36 months. The provincial dimension gives the highest disparity compared to other dimensions.

Abstrak

Kurang gizi mempunyai peran tidak hanya terhadap bertambahnya angka kesakitan dan kematian, tetapi juga terganggunya aspek psikososial dan perkembangan intelektual. Tiga kriteria kurang gizi yaitu underweight (berat kurang), stunting (pendek), dan wasting (kurus), mencerminkan kegagalan pertumbuhan baik di masa lalu maupun dimasa kini. Kegagalan pertumbuhan pada balita yang terjadi bersamaan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga. Analisis ini membahas bagaimana disparitas pada anak kurang gizi di Indonesia dilihat dari dimensi sosial ekonomi rumah tangga. Analisis dilakukan dengan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang diolah dengan menggunakan program Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) yang dikeluarkan oleh WHO 2016. Dari analisis yang dilakukan prevalensi balita yang mengalami underweight, stunting, dan wasting secara bersamaan Composite Index of Anthropometric Failure (CIAF) (sebesar 2,5%. Semakin rendah status ekonomi rumah tangga semakin tinggi prevalensi balita mengalami CIAF. Balita dengan CIAF lebih banyak tinggal di perdesaan dibandingkan dengan balita CIAF yang tinggal di perkotaan. Masih ada 15 provinsi yang memiliki prevalensi balita CIAF lebih tinggi dari angka nasional. Balita CIAF lebih banyak terjadi pada ibu dengan tingkat pendidikan rendah dibandingkan dengan ibu yang mempunyai tingkat pendidikan cukup baik. Balita CIAF lebih banyak terjadi pada usia diatas 36 bulan dari pada usia dibawah 36 bulan. Dimensi provinsi memberikan perbedaan disparitas yang paling tinggi dibandingkan dengan dimensi lainnya.

References

Blossner M, de Onis M. Malnutrition quantifying the health impact at national and local levels. Geneva: World Health Organization; 2005.

Hong R, Vinod M. Effect of wealth inequality on chonic under nutrition in Cambodian children. J Health Popul Nutr. 2006;24(1):8999. 2006 ICDDR,B: Centre for Health and Population Research.

WHO. Nutrition landscape information system (NLIS) country profile indicator. WHO Library Cataloguing in Publication Data. 20 Avenue Appia, 1211 Geneva 27, Switzerland; 2010.

Kumar D, Mittal PC, Sharma MK. Socio-demographic risk factors of child undernutrition. Journal of Pediatric Sciences 2010;2:e7.

WHO. Health inequality monitoring with a special focus on low and middleincome countries. Geneva: World Health Organization; 2013.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Kesehatan RI; 2013.

Kementerian Kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007: Laporan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI;2008.

Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. Buku saku pemantuan status gizi tahun 2017. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.; 2018.

Pujiati K, Dian SA, Indra D. Identifikasi kasus kekurangan gizi pada anak di bawah usia lima tahun di kota Makassar. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2017;11(2):140-145.

Myrnawati, Anita. Pengaruh pengetahuan gizi, status sosial ekonomi, gaya hidup dan pola makan terhadap status gizi (Studi kausal di Pos PAUD Kota Semarang tahun 2015). Jurnal Pendididikan Usia Dini. 2016;10(2):213-232.

Saputra W, Rahmah HN. Faktor demografi dan risiko gizi buruk dan gizi kurang. Makara Kesehatan. 2012;16(2):95-101.

Wigati TR. Fenomena gizi buruk pada keluarga dengan status ekonomi baik: sebuah studi tentang negative deviance di Indonesia. The Indonesian Journal of Public Health. 2009;5(3):89-93.

Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Profil kesehatan provinsi Maluku tahun 2014. Ambon: Dinas Kesehatan Provinsi Maluku; 2015.

Aramico B, Toto S, Joko S. Hubungan sosial ekonomi, pola asuh, pola makan dengan stunting pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. 2013;1(3):121-130.

Rahayu A, Laily K. Risiko pendidikan ibu terhadap kejadian stunting pada anak 6-23 bulan. Penel Gizi Makan. Desember 2014;37(2):129-136.

Srinivasan CS, Glaemo Z, Bhavani S. Rural urban disparities in child nutrition in Bangladesh and Nepal. BMC Public Health. 2013;13:581-596.

Widodo Y, Sri M, Salimar. Partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi anak balita kurang gizi melalui program edukasi dan rehabilitasi gizi (PERGIZI). Penel Gizi Makan 2012;35(2):136-149.

Sukoco NEW, Joko P, Maria HH. Hubungan status gizi anak balita dengan orang tua bekerja. Bul Penel Sistem Kes. 2015;18(4): 387–397.

Published
2018-12-03
Section
Articles