Penentuan Nyamuk Anopheles spp sebagai Vektor Filariasis di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur

Determination of Anopheles spp Mosquitoes as a Vector of Filariasis in East Sumba and West Sumba Regency, East Nusa Tenggara Province

  • Ni Wayan Dewi Adnyana Loka Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Waikabubak, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Hanani M . Laumalay Loka Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Waikabubak, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Mefi Mariana Tallan Loka Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Waikabubak, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Keywords: Filariasis, vektor filariasis, habitat perkembangbiakan, anopheles, filariasis vector, breeding places

Abstract

Abstract

Filariasis is one of the neglected vector diseases and is still a problem in Indonesia. Reported from two districts in NTT Province, namely in East Sumba Regency there were 22 chronic cases and in Southwest Sumba Regency, the finger blood survey results in 2013 had an mf rate of 4.2%. The purpose of this study was to determine which Anopheles species act as vectors and obtain bionomic information from these vector species. Using the Human landing collection method, thoracic surgery and mosquito probosis. In addition, a larval breeding habitat survey was also carried out and measurements of the physical state of the Anopheles larvae breeding environment in the study area. The results of the study were obtained by An mosquitoes. vagus positively contains stage 3 filaria larvae in East Sumba Regency while in Southwest Sumba is An. sundaicus. Biting density per person per night (MBR) An. vagus of 2.8 individuals / person while the bite density of An sundaicus is 3 individuals / person. Biting and resting behavior of these two species tended to be exophagic with two peaks of biting density namely midnight and early morning. An Larva. vagus is found in buffalo and rice fields while An larvae. sundaicus is found in swamps, wells, puddles and stalls. The physical environmental factors of each habitat of the two species are generally the same, namely temperatures ranging from 26-28 0C, pH 6-8, water tends to be quiet and all habitats exposed to direct sunlight. The difference in the physical environmental factors of the habitat of these two species is only in the concentration of water salinity, which is all An habitat. vagus is 0 ‰ while An. sundaicus ranges from 3-5 ‰

Abstrak

Filariasis merupakan salah satu penyakit tular vektor yang pernah terabaikan dan hingga kini masih menjadi masalah di Indonesia. Dilaporkan dari dua kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu di Kabupaten Sumba Timur terdapat 22 kasus kronis dan di Kabupaten Sumba Barat Daya, hasil survei darah jari pada tahun 2013 didapatkan mf rate sebesar 4,2%. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan spesies Anopheles apa yang berperan sebagai vektor serta mendapatkan informasi bionomik dari spesies vektor tersebut. Menggunakan metode Human landing collection, pembedahan toraks dan probosis nyamuk Selain itu juga dilakukan survei habitat perkembangbiakan larva serta pengukuran keadaan fisik lingkungan habitat perkembangbiakan larva Anopheles di wilayah penelitian. Hasil penelitian diperoleh nyamuk An. vagus positif mengandung larva stadium 3 filaria di Kabupaten Sumba Timur sedangkan di Sumba Barat Daya adalah An. sundaicus. Kepadatan mengigit per orang per malam (MBR) An. vagus sebesar 2,8 ekor/orang sedangkan kepadatan menggigit An. sundaicus sebesar 3 ekor/orang. Perilaku mengigit dan istirahat kedua spesies ini cenderung eksofagik dengan dua puncak kepadatan mengigit yaitu tengah malam dan menjelang pagi. Larva An. vagus ditemukan pada kubangan kerbau dan sawah sedangkan larva An. sundaicus ditemukan di rawa, sumur, genangan dan kobakan. Faktor fisik lingkungan masingmasing habitat kedua spesies tersebut pada umumnya sama yaitu suhu berkisar 26-28 C, pH 6-8, air cenderung diam dan semua habitat terpapar matahari langsung. Perbedaan faktor fisik lingkungan habitat kedua spesies ini adalah hanya pada konsentrasi salinitas air yaitu semua habitat An. vagus adalah 0 ‰ sedangkan An. sundaicus berkisar 3-5‰.

References

Kato L. Identification of filarial vector mosquito, Culex quinquefasciatus, and infection using PCR assays[Internet]. [dikutip 13 maret 2019]. Tersedia pada https://www. ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC169178/.

Riandi, Wahono. Filariasis penyakit yang terabaikan. In: Mengenal filariasis penyakit tropis yang terabaiakan di Jawa Barat. 2014.

Yunarko Rais PY, SF. Studi endemisitas filariasis dan pemetaan menggnakan metode GIS (Geographic Information System) di Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya, 2012.

Ardias, Setiani O, Darundiaty YH. Faktor lingkungan dan perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kejadian filariasis di Kabupaten Sambas. Kesehat Lingkung Indones. 2012;11(2):200.

Masrizal. Penyakit filariasis. J Kesehat masyarakatasyarakat. 2013;7(1):33.

Garjito T A, Rosmini, Anastasia H, Srikandi Y LY. Filariasis dan beberapa faktor yang berhubungan. Vektora. V no 2(2):54–65.

Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 94. Penanggulangan Filariasis. Jakarta : Kemeterian Kesehatan RI; 2014. p. 1–118.

Krentel A, Fischer PU WG. A Review of factors that influence individual compliance with mass drug administration for elimination of lymphatic filariasis. negletec trop desease. 2013;7(11).

Patanduk Y, Rais Y, Mading M. Penerimaan masyarakat dan cakupan pengobatan massal filariasis di Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya. Buletin Penelit Sist Kesehat. 2016;19 no 2 Ap.

Santoso, Yahya, Suryaningtyas NH RKS. Deteksi mikrofilaria Brugia malayi pada nyamuk Mansonia spp dengan pembedahan dan metode PCR di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Aspirator. 2015;7(April):30.

Goodman DS, Orelus JN JRJ, Streit P JL TG. PCR and Mosquito dissection as tools to monitor filarial infection levels following mass treatment [Internet]. [dikutip 13 maret 2019]. Tersedia pada https://www.ncbi.nlm. nih.gov/pmc/articles/PMC169178/,

Opoku M, Minetti C, Kartey-attipoe WD, Otoo S, Otchere J, Gomes B, et al. An assessment of mosquito collection techniques for xenomonitoring of anopheline- transmitted Lymphatic Filariasis in Ghana. Parasitology. 2018;

Indriyati L, Yana WT AD. Gambaran hasil spot survei nyamuk Anopheles sp. di tambang emas Kura-Kura Banian, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. vektor penyakit. 2016;10 no 2:40–1.

Edyansyah E, Widjaja J. Hospes reservor dan suspek vektor filariasis di desa Muara Padang, Kecamatan Muara Padang, Kabupaten Banyasin, Sumatera Selatan. Vektor penyakit. 2009;VI no 2:9.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Epidemiologi filariasis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2006.

Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 50 tahun 2017 tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor dan binatang pembawa penyakit serta pengendaliannya. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI ; 2017.

WHO. Mosquitos and other biting Diptera [Internet]. [dikutip 20 maret 2019]. Tersedia pada https://www.who.int/water_sanitation_ health/resources/vector007to28.pdf.

Hasmiwati, Nurhayati. Kajian nyamuk vektor di daerah endemik filariasis. Kesehat Masy. 2009;03(2):58–61.

Mutiara HA. Filariasis : Pencegahan terkait faktor risiko filariasis : prevention related to risk factor.Majority. 2016;5(September):1–6.

Willa RW, Noshirma M. Permasalahan filariasis dan vektornya di Desa Soru Kecamatan Umbu Ratunggai Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur. Aspirator. 2015;7(April):58–65.

Fiescher P, Erikcson SM, Fiescher K, Fuchs JS, Rao RU, Cristensen BM WG. Persistence of brugia malayi dna in vector and non-vector mosquitoes: implications for xenomonitoring and transmission monitoring of lymphatic filariasis [Internet]. [dikutip 14 maret 2019] Tersedia pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC2196403/

Erickson SM, Zhiyong Xi, Mayhew GF, 1 Jose L. Ramirez, Aliota MT 1 Christensen BM, Dimopoulos G. Mosquito Infection responses to developing filarial worms [Internet]. [dikutip 11 maret 2019] Tersedia pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC2752998/

World Health Organization. Lymphatic filariasis. Geneva : World Health Organization; 2013.

Laurence BR. Natural mortality in two filarial vectors [Internet]. [dikutip 13 maret 2019] Tersedia pada https://apps.who.int/iris/bitstream/ handle/10665/266524/PMC2554468. pdf?sequence=1&isAllowed=y

Shinta, Sukowati S, Pradana A, Marjianto MP. Beberapa aspek perilaku Anopheles maculatus Theobald di Pituruh, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah. Bul Penelit Kesehat. 2013;41(3):131–41.

Arum SO, Weldon CW, Orindi B, Tigoi C, Musili F, Landmann T, et al. Plant resting site preferences and parity rates among the vectors of Rift Valley Fever in northeastern Kenya. Parasit Vectors [Internet]. 2016; Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1186/ s13071-016-1601-7

Katherine G, Darren C, Taylor MJ, Reimer LJ. Filarial infection influences mosquito behaviour and fecundity. Sci Rep. 2016;(October):1–8.

Portunasari WD, Kusmintarsih ES RE. Survei nyamuk Culex spp sebagai vektor filariasis di Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong. Biosfera. 2016;33(3):142–8.

Pulungan ES, Santi DV CI. Hubungan sanitasi lingkungan perumahan dan perilaku masyarakat dengan kejadian filariasis di kecamatan kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan tahun 2012 [Internet]. [dikutip 7 Agustus 2018]. https://media. neliti.com/media/publications/14624-ID-hubungan-sanitasi-lingkungan-perumahandan-perilaku-masyarakat-dengan-kejadian-f. pdf.

Djati PA, Priyanto D, Ismanto H UA. Fauna nyamuk Anopheles di Desa Lemahjaya, Kecamatan Wanadadi, Kabupaten Banjaranegara, Tahun 2011. Balaba. 2012;8(2):37–40.

Indriyati L, Sembiring WSR RA. Keanekaragaman Anopheles spp. di Daerah Endemis Malaria Desa Siayuh (Trans) Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan. Aspirator. 2017;9(November 2016):11–20.

Rahmawati E, Hadi UK. Keanekaragaman jenis dan perilaku menggigit vektor malaria (Anopheles spp) di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Entomol Indones. 2014;11(2):53–64.

Bulu AK, Tallan MM TJ. Bioekologi Anopheles spp di desa Noha Kecamatan Kodi Utara Kabupaten Sumba Barat Daya. J penyakit bersumber Binatang. 2018;5 no 2 mar.

Shinta, Sukowati S dan M. Bionomik vektor malaria nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles Letifer Oj Kecamatan Belakang Padang, Batam. Bul Penelit Kesehat. 2012;40(1):19–30.

Dhewantara PW, Astuti EP PF. Studi bioekologi nyamuk Anopheles sundaicus di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Ciamis. Bul Penelit Kesehat. 2012;41(1):1–5.

Mahdalena V, Ni’mah T. Ekologi nyamuk Anopheles spp di kecamatan lengkiti Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan tahun 2004-2015. Spirakel. 2016;8(2):27–36.

Astuti RRUN, Poerwanto SH HNH. Abundance and periodicity of Culex quinquefasciatus Say, 1823 (Diptera : Culicidae ) as early indicator of filariasis. In: Abundance and periodicity of Culex quinquefasciatus Say [Internet]. 2016. Tersedia pada: https://doi. org/10.1063/1.4953519

Widyastuti Umi. Inkriminasi vektor malaria dan identifikasi pakan darah pada nyamuk Anopheles spp di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Vektora. 2013;V(1):18–27.

Mading M. Beberapa aspek bioekologi nyamuk Anopheles vagus di Desa Selong Belanak Kabupaten Lombok Tengah. Spirakel. 2014;6:26–32.

Mardiana DP. Habitat yang potensial untuk Anopheles vagus di Kecamatan Labuan dan Kecematan Sumur Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. J Ekol Kesehat. 2010;9(1):1139–43.

Leaua DJ. Sebaran kepadatan larva dan nyamuk Anopheles spp. penyebab penyakit malaria di desa Kumo Kkecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara. Hasanuddin; 2013.

Sukowati S, Shinta. Habitat perkembangbiakan dan aktivitas mengigit nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles supictus di Purworejo. Ekol Kesehat. 2009;8(1).

Mahdalena V, Suryaningtias NH NT. Ekologi habitat perkembangbiakan Anopheles Spp . di Desa Simpang Empat, Kecamatan Lengkiti, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Ekol Kesehat. 2015;14(4):342–9.

Sopi IIPB. Beberapa aspek perilaku Anopheles sundaicus di Desa Konda Maloba Kecamatan Katikutana Selatan Kabupaten Sumba Tengah. Aspirator. 2014;6(September):63–72.

Sugiarto, Hadi UK, Soviana S HL. Karakteristik habitat larva Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, daerah endemik malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Balaba. 2016;12(1):47–54.

Setyaningrum E, Murwani S, Rosa E AK. Studi ekologi perindukan nyamuk vektor malaria di Desa WAY. In: seminar hasil penelitian dan pengabdian masyarakat. Lampung; 2008. p. 297.

Yanti ND. Penilaian kondisi keasaman perairan pesisir dan laut Kabupaten Pangkajene kepulauan pada musim peralihan I. Skripsi. 2016;

Nurhayati, Ishak H A. Karakteristik tempat perkembangbiakan Anopheles sp di wilayah kerja Puskesmas Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba [Internet]. [dikutip 7 Agustus 2018. Tersedia pada http://repository.unhas. ac.id/bitstream/handle/123456789/10792/ NURHAYATI%20HL%20K11112612. pdf?sequence=1

Lantu S. Osmoregulasi pada hewan akuatik. Perikan dan Kelaut. 2010;VI(April):46–50.

Ernamaiyanti KA, AZ. Faktor-faktor ekologis habitat larva nyamuk Anopheles di Desa Muara Kelantan KecamataN Sungai Mandau Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2009. Ilmu Lingkung. 2010;2(4):92–102.

Hernawan AD SH. Bionomik nyamuk Anopheles spp di Desa Sumare dan Desa Tapandullu Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011 Bionomics of Anopheles spp in Sumare and Tapandullu Village Simboro Sub-district Mamuju West Sulawesi in 2011. Aspirator. 2011;3 no 2:64–71.

Munif A. Nyamuk vektor malaria dan hubungannya dengan aktivitas kehidupan manusia di Indonesia. Aspirator. 2009;1:98.

Published
2019-07-19
Section
Articles