Pemberian Obat Massal Pencegah Filariasis di Desa Mbilur Pangadu Kabupaten Sumba Tengah

  • Varry Lobo Loka Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Waikabubak, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  • Anderias Karniawan Bulu
  • Monika Noshirma
Keywords: pengobatan massal, pencegahan, filariasis

Abstract

Abstract
Filariasis program in Indonesia is carried out through two main strategies, namely breaking the chain of transmission with mass drug administration in endemic areas and clinical case management. This research was aimed to assess the implementation of administration of filariasis preventive drugs in Mbilur Pangadu village, Central Sumba Regency. Mass drug administration in Central Sumba is the first program that has been carried out and has not been evaluated yet. The study was conducted with a descriptive survey method of Mbilur Pangadu Village population aged ≥ 13 years. The results showed that the majority of respondents who did not receive the drug were in all age groups (> 50%), sex male (64.7%), lack of knowledge about filariasis (85.8%) and distance of treatment posts difficult to reach (65.4%). Most respondents with high or low knowledge did not receive drugs (>50%), but they received the program well. Health activities have an impact of drug acceptance, which is 95.6%. The method of distribution and side effects of treatment does not affect the behavior of taking medication. Guidelines for the implementation of mass treatment must be known and can be carried out by all health workers to achieve the expected target.

Abstrak
Program filariasis di Indonesia dilakukan melalui dua strategi utama, yaitu memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat massal di daerah endemis dan penatalaksanaan kasus klinis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pelaksanaan pemberian obat massal pencegah filariasis di Desa Mbilur Pangadu Kabupaten Sumba Tengah. Pemberian obat massal di Sumba Tengah adalah program yang pertama kali dilakukan dan belum pernah dievaluasi. Penelitian dilakukan dengan metode survei deskriptif pada seluruh penduduk Desa Mbilur Pangadu yang berumur ≥13 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak menerima obat berada pada semua kelompok umur (> 50%), berjenis kelamin laki-laki (64,7%), pengetahuan kurang tentang filariasis (85,8%) dan jarak pos pengobatan sulit dijangkau (65,4%). Sebagian besar responden dengan pengetahuan tinggi maupun rendah tidak menerima obat (>50%), namun mereka menerima program dengan baik. Keaktifan petugas kesehatan sangat berdampak terhadap penerimaan obat yaitu 95,6%. Cara pendistribusian dan efek samping pengobatan tidak berdampak pada perilaku minum obat. Pedoman pelaksanaan pengobatan massal harus diketahui dan bisa dilaksanakan oleh seluruh petugas kesehatan agar mencapai terget yang diharapkan.

References

WHO. Limphatic filariasis a handbook for national elimination programmes. 2013.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat P2B2 DP. Rencana nasional program akselerasi eliminasi filariasis di Indonesia. 2010.

Kemenkes RI. Data dan informasi Tahun 2014 (Profil Kesehatan Indonesia). 2015.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Tengah. Laporan penderita filariasis. Sumba Tengah: Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Tengah; 2013.

Direktorat Jenderal PP&PL. Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal PP&PL; 2013.

Sugiyono. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. 2013.

JUPT Pelatihan Tenaga Kesehatan Provinsi NTT. Modul pelatihan pengobatan massal filariasis limfatik dan penanganan berbagai kasus jangka panjang bagi petugas kesehatan. 2002.

Agustiantiningsih D. Praktik pencegahan filariasis. J Kesehat Masy. 2013;8(2):190197.

Gaol TL. Pengaruh faktor sosiodemografi, sosioekonomi dan kebutuhan terhadap perilaku masyarakat dalam pencarian pengobatan di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013. 2015.

Santoso. Kepatuhan terhadap pengobatan massal filariasis di Kabupaten Belitung Timur Tahun 2008. Bul Penelit Kesehat. 2010;38(4 Des):185-197.

Sopi IIPB, Wayan N, Adnyana D. Cakupan pengobatan massal filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2011. J Ekol Kesehat. 2013;12(1):19-24.

Anorital A, Dewi R. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku penderita filariasis malayi selama pelaksanaan pengobatan massal dii Kabupaten Tabalong Kalsel. Media Penelit dan Pengemb Kesehat. 2004;XIV(4):42-50.

Sugiyanto. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan minum obat filariasis pada kegiatan pengobatan massal tahun 2010 di wilayah kerja Puskesmas Soreang Kabupaten Bandung. 2-trik Tunastunas Ris Kesehat. 2012;II(1):1-8.

Veridiana NN, Sitti C, Ningsih. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap filariasis di Kabupaten Mamuju Utara,Sulawesi Barat. Bul Penelit Kesehat. 2015;43(1):47-54.

Ikawati B, Tri W. Pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan tentang filariasis limfatik. Ekol Kesehat. 2010;9(4):1324-1332.

Ambarital LP, Yulian T, Hotnida SRIP, Kasnodiharjo. Perilaku masyarakat terkait penyakit kaki gajah dan program pengobatan massal di kecamatan pemayung kabupaten Batanghari Jambi. J Media Litbang Kesehat. 2014;24(4):191-198.

Astuti EP, Mara I, Tri W, Andri R. Analisis perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat filariasis di tiga desa Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung tahun 2013. 2014:199-208.

Hotnida S. Lasbudi A. Gambaran aksesibilitas sarana pelayanan kesehatan di Provinsi Bangka Belitung (Analisis data Riskesdas 2007). Bul Penelit Kesehat. 2010;26.

Nainggolan O. Dwi H, Lely I. Pengaruh akses ke fasilitas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi Baduta (Analisis Riskesdas 2013). Media Penelit dan Pengemb Kesehat. 2016;26(1):15-28.

Rifqatussa’adah. Perilaku minum obat pada penderita tuberkulosis (TB) paru di Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat Tahun 2011. In: Prosiding Seminar Nasional Kesehatan. ; 2011.

Husin M. Analisis determinan perilaku masyarakat dalam pencarian pengobatan di Desa Sukarami Kecamatan Kikim Barat Kabupaten Lahat Tahun 2014. 2014.

Published
2018-12-03
Section
Articles