Prevalensi dan Kepadatan Mikrofilaria pada Desa Non-Endemis Pasca Pengobatan Massal Tahun Keempat di Kabupaten Tanah Bumbu

  • Juhairiyah Juhairiyah Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tanah Bumbu, Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Indonesia
  • Dwi Candra Arianti Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tanah Bumbu, Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Indonesia
  • Erli Hariyati Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tanah Bumbu, Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Indonesia
  • Deni Fakhrizal Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tanah Bumbu,Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Indonesia https://orcid.org/0000-0003-4385-7621
  • Paisal Paisal Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tanah Bumbu, Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Indonesia
Keywords: filariasis, microfilaria rate, Brugia malayi, non-endemic areas

Abstract

Research conducted at several places in Indonesia stated that mass treatment can reduce the level of endemicity of filariasis. Tanah Bumbu Regency has conducted mass treatment for 4 years in a row with the results of MF rate in sentinel villages decreased, However, there are still filariasis sufferers who do not take the drug so that research is needed in other spot villages in Tanah Bumbu Regency to determine the success of POPM. This study is an observational study with a cross-sectional design that was conducted at the Satiung/spot village. The sampling technique is based on treatment evaluation rules. Respondents who are willing to have their blood drawn will be examined for the presence of microfilaria using microscopic methods and polymerase chain reaction (PCR) and will be asked a questionnaire about the characteristics and compliance of respondents to POPM. Data were analyzed descriptively and presented in tables and graphs. Total respondents 318 with the characteristics are mostly housewives at a productive age range, the percentage of respondents taking drugs is quite high at 86.16%, but still found the respondents did not take a medicine that can cause further infection source. PCR examination found 2 positive samples of Brugia malayi microfilaria from 318 samples (Mf rate = 0.63%), the average density of 116.9 in 1 ml of blood in one patient did not routinely take medicine every year. Efforts should be made to increase public compliance with POPM by conducting counseling and supervision on taking drugs.

References

1. Solikha I, Adi MS. Filariasis distribution and coverage of mass drug administration. J Berk Epidemiol. 2019;7(3):180–8. doi: 10.20473/jbe.v7i32019. 180-188.

2. Juhairiyah, Fakhrizal D, Hidayat S, Indriyati L, Hairani B. Kepatuhan masyarakat minum obat pencegah massal filariasis (kaki gajah) : Studi Kasus Desa Bilas, Kabupaten Tabalong. J Vektor Penyakit. 2019;13(1):49–58.

3. Oguntolu F, Akinwande N, Alayiwola N, Faruq F. Semi analytical method for solving lymphatic filariasis epidemic model. J Appl Sci Environ Manag. 2019;23(2):233–40.

4. Prasetyowati H, Hodijah DN, Ipa M, Hendri J. Pengetahuan dan karakteristik individu : studi cakupan kepatuhan minum obat paska pemberian obat massal pencegahan filariasis di Kabupaten Tangerang. BALABA. 2019;(15)(2): 179–90. doi: 10.22435/blb.v15i2.1975.

5. Juhairiyah, Annida, Paisal, Rahayu N, Fakhrizal D. Evaluasi program Pemberian Obat Pencegah Massal (POPM) filariasis tahun ke 3 di Kabupaten Tanah Bumbu. Prosiding seminar nasional II Pascasarjana UNS; 2018 Okt 27. Solo: Pascasarjana Universitas Sebelas Maret; 2018. p. 737–48.

6. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 94 tahun 2014, tentang Penanggulangan Filariasis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015

7. Wahyudi BF, Pramestuti N. Kondisi filariasis pasca pengobatan massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota. BALABA. 2016;12(1):55–60.

8. Dalilah, Anwar C, Theodorus, Saleh I. Identifikasi spesies nyamuk genus Mansonia dan deteksi molekuler terhadap mikrofilaria/larva cacing Brugia malayi pada nyamuk genus Mansonia. J Kedokt Dan Kesehat. 2017;4(2):69–75.

9. Santoso, Suryaningtyas NH. Spesies mikrofilaria pada penderita kronis filariasis secara mikroskopis dan Polymerase Chain Reaction (PCR) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Media Litbangkes. 2015;25(4):294–56.

10. Kulkarni P, Thomas JJ, Dowerah J, Narayana Murthy MR, Ravikumar K. Mass drug administration programme against lymphatic filariasis-an evaluation of coverage and compliance in a northern Karnataka district, India. Clin Epidemiol Glob Heal. 2020 Mar 1;8(1):87–90. doi:10.1016/j.cegh.2019.04.013.

11. Shuford KV, Turner HC, Anderson RM. Compliance with anthelmintic treatment in the neglected tropical diseases control programmes : a systematic review. Parasit Vectors. 2016;9(29):1–16. doi: 10.1186/s13071-016-1311-1.

12. Candrasari S, Naning S. Strategi komunikasi persuasif Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam penyuluhan penyakit kaki gajah. J Bisnis dan Komun. 2019;6(1):80–8.

13. Paisal, Rahayu N, Annida. Perilaku minum obat massal filariasis di Desa Pihaung dan Bajang, Kabupaten Hulu Sungai Utara. SEL J Penelit Kesehat. 2019;6(2):90–100.

14. Krentel A, Damayanti R, Titaley CR, Suharno N, Bradley M, Lynam T. Improving coverage and compliance in mass drug administration for the elimination of LF in two ‘endgame’ districts in Indonesia using micronarrative surveys. PLoS Negl Trop Dis. 2016;10(11):e0005027. doi: 10.1371/journal.pntd.0005027.

15. Santoso, Yenni A, Oktarina R, Wurisastuti T. Efektivitas pengobatan massal filariasis tahap II menggunakan kombinasi DEC dengan Albendazole terhadap prevalensi Brugia malayi. Bul Penelit Sist Kesehat. 2015;18(2):161–8.

16. Irvine MA, Stolk WA, Smith ME, Subramanian S, Singh BK, Weil GJ, et al. Effectiveness of a triple-drug regimen for global elimination of lymphatic filariasis : a modelling study. Lancet Infect Dis. 2020;17(4):451–8. doi: 10.1016/S1473-3099(16)30467-4.

17. Supali T, Djuardi Y, Lomiga A, Linda SN, Iskandar E, Goss CW, et al. Comparison of the Impact of annual and semiannual mass drug administration on lymphatic filariasis prevalence in Flores Island , Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2019;100(2):336–43. doi: 10.4269/ajtmh.18-0570.

18. Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Laporan Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Tanah Bumbu: Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu; 2015.

19. Juhairiyah, Ridha MR, Fakhrizal D. Periodesitas non periodik Brugia Malayi di Kabupaten Tabalong. Vektora. 2017;9(2):79–86.

20. Safitri A. Laporan penelitian identifikasi vektor dan vektor potensial daerah endemis filariasis di Kalimantan Selatan Tahun 2011 [Laporan Akhir Penelitian]. Tanah Bumbu: Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu; 2011.

21. Ferlianti R, Pratiwi HPG, Adria F, Ravidian WF, Devi FF, Haniyah H. Hubungan faktor lingkungan fisik dalam dan luar rumah dengan kejadian filariasis di Jatisampurna Bekasi. J Kedokt Yars. 2018;26(1):1–11.
Published
2020-12-21
How to Cite
1.
Juhairiyah J, Arianti D, Hariyati E, Fakhrizal D, Paisal P. Prevalensi dan Kepadatan Mikrofilaria pada Desa Non-Endemis Pasca Pengobatan Massal Tahun Keempat di Kabupaten Tanah Bumbu. blb [Internet]. 21Dec.2020 [cited 26Apr.2024];16(2):113-22. Available from: http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/blb/article/view/2982
Section
Articles