Peran Pengambil Kebijakan dan Masyarakat dalam Pencegahan Penularan Filariasis (Studi Kualitatif)

  • Santoso Santoso Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Yahya Yahya Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Yulian Taviv Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Katarina Sri Rahayu Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Yanelza Supranelfi Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Vivin Mahdalena Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Rizki Nurmaliani Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Maya Arisanti Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Marini Marini Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja,Jalan A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia
  • Nungki Hapsari Suryaningtyas Badan Riset dan Inovasi Nasional, Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Jalan Raya Jakarta-Bogor, Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Indonesia
  • I Gede Wempi Dody Surya Permadi Badan Riset dan Inovasi Nasional, Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Jalan Raya Jakarta-Bogor, Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Indonesia
  • Tri Wurisastuti Badan Riset dan Inovasi Nasional, Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Jalan Raya Jakarta-Bogor, Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Keywords: filariasis, elimination, public figure, Mf rate

Abstract

Filariasis is still a health problem in East TanjungJabung and Belitung regencies even though mass treatment activities have been carried out for five rounds. Both districts are still endemic for filariasis because the Microfilaria rate (Mf rate) is still more than 1%. This study aims to identify the role of the community of various parties in controlling filariasisin Tanjung Jabung Timur and Belitung regencies. The research design is descriptive with a qualitative approach. Informants for the in-depth interviews were health workers at the district, sub-district and village levels as well as the village community. The number of health worker informants was 10 people, 16 community leaders, 16 cadres, and 9 sufferers, while the FGD consisted of 4 groups. Each group consists of 7 participants. Data was collected through in-depth interviews and group discussions and the data were analyzed qualitatively. Recruitment of informants for determining in-depth interviews using the snow ball method. The results showed that the roles of officers and policy makers in TanjungJabung Timur Regency were quite good, but in Belitung Regency they were less involved. Meanwhile, the role of community leaders in Indonesia is still not optimal in controlling filariasisespecially in disseminating information about filariasis. Therole of community leaders in East Tanjung Jabung Regency is more powerful than Belitung Regency. Filariasis control activities still need support from policy makers in allocating budgets and the role of community leaders to mobilize the community to be actively involved in controlling filariasis.

References

1. Dinkes Kabupaten Belitung. Profil kesehatan Kabupaten Belitung. Tanjungpandan: Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung; 2017.

2. Dinkes Provinsi Jambi. Laporan program filariasis Dinkes Provinsi Jambi Tahun 2015-2016. Jambi: Dinkes Provinsi Jambi; 2017.

3. Santoso. Studi evaluasi eliminasi filariasis di Indonesia Tahun 2017 (studi multicenter filariasis). Baturaja: Loka Litbang P2B2 Baturaja; 2018.

4. Kemenkes RI. Penentuan dan evaluasi daerah endemis filariasis. In: Pedoman program eliminasi filariasis di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.

5. Patanduk Y, Yunarko R, Mading M, Dara JL. Kesiapan stakeholder pengobatan massal filariasis di Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya. Bul Penelit Kesehat. 2018;46(2):109-18.

6. Erlan A, Chadijah S, Udin Y. Persepsi stakeholder tentang program eliminasi filariasis di Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan : Suatu tinjauan studi kasus. Jurnal Vektor Penyakit. 2019;13(2):133-40. doi: 10.22435/vektorp.v13i2.1097.

7. Santoso, Yahya, Supranelfy Y, Suryaningtyas NH, Taviv Y, Yenni A, et al. Risk of recrudescence of lymphatic filariasis after post-mda surveillance in Brugia malayi endemic Belitung District, Indonesia. Korean J Parasitol. 2020;58(6):627-34. doi:10.3347/kjp.2020.58.6.627.

8. Santoso, Yahya, Supranelfy Y, Suryaningtyas NH. Endemicity of lymphatic filariasis in Belitung Regency post elimination. Proc First Int Conf Heal Soc Sci Technol (ICoHSST 2020). 2021;521(ICoHSST 2020):286-289. doi:10.2991/assehr.k.210415.059.

9. Yahya, Nimah T, Oktarina R, Santoso. The risk of lymphatic filariasis transmission in Belitung Regency after elimination program. Proc First Int Conf Heal Soc Sci Technol (ICoHSST 2020). 2021;521(ICoHSST 2020):21-26. doi:10.2991/assehr.k.210415.006.

10. Astuti EP, Ipa M, Ginanjar A, Wahono T. Upaya pengendalian malaria dalam rangka pre-eliminasi di Kabupaten Garut: sebuah studi kualitatif malaria. Bul Penelit Sist Kesehat. 2019;22(4):255-64.

11. Ipa M, Astuti EP, Ruliansyah A, Wahono T, Hakim L. Gambaran surveilans filariasis di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. J Ekol Kesehat. 2014;13(2):153-64.

12. Boko-Collins PM, Ogouyemi-Hounto A, Adjinacou-Badou EG, Gbaguidi-Saizonou L, Dossa NI, Dare A, et al. Assessment of treatment impact on lymphatic filariasis in 13 districts of Benin: progress toward elimination in nine districts despite persistence of transmission in some areas. Parasites and Vectors. 2019;12(1):1-8. doi:10.1186/s13071-019-3525-5.

13. Santoso, Yenni A, Rahayu KS. Studi kualitatif peran lintas sektor, petugas dan kader pada kegiatan pemberian obat massal pencegahan filariasis di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. J Pembang Mns. 2015;9(2):1-20.

14. Supranelfy Y, Warni SE, Inzana N, Satriani AV, Putra DE, Yon B, et al. Survei darah jari di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi Tahun 2017. J Vektor Penyakit. 2019;13(2):87-96. doi: 10.22435/vektorp.v13i2.915.

15. Santoso S, Yahya Y, Supranelfy Y, Wurisastuti T. Situasi filariasis limfatik di daerah Pasca Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) dan pasca eliminasi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Belitung. Bul Penelit Kesehat. 2021;49(3):183-92. doi:10.22435/bpk.v49i3.4620.

16. Solikah MP, Wijayanti SPM, Rujito L. Efektivitas pengobatan massal filariasis setelah empat tahun pengobatan massal di Desa Ploso, Demak, Jawa Tengah. BALABA. 2021;17(1):93-106.

17. Fontes G, Leite AB, Vasconcelos de Lima AR, Freitas H, Ehrenberg JP, Da Rocha EMM. Lymphatic filariasis in Brazil: epidemiological situation and outlook for elimination. Parasites and Vectors. 2012;5(1):1-11. doi:10.1186/1756-3305-5-272.

18. Fang Y, Zhang Y. Lessons from lymphatic filariasis elimination and the challenges of post- elimination surveillance in China. BMC Infect Dis Poverty. 2019;8(66):1-10. doi: 10.1186/s40249-019-0578-9.

19. Munthe S, Suryoputro A, Margawati A. Kinerja Petugas Kesehatan Program Penanggulangan Filariasis Pada Kegiatan Pemberian Obat Pencegahan Secara Massal (POPM) Filariasis Di Kabupaten Nagekeo Nusa Tenggara Timur. Public Heal Sci J. 2019;11(1):1-8. https://journal3.uin-alauddin.ac.id/index.php/Al-Sihah/article/view/7483.

20. Prasetyowati H, Hodijah DN, Ipa M, Hendri J. Pengetahuan dan karakteristik individu: studi cakupan kepatuhan minum obat paska pemberian obat massal pencegahan filariasis di Kabupaten Tangerang. BALABA. 2019;15(2):179-90.

21. Munawwaroh L, Pawenang ET. Evaluasi program eliminasi filariasis dari aspek perilaku dan perubahan lingkungan. Unnes J Public Heal. 2016;5(3):195-204. doi.org/10.15294/ujph.v5i3.10013.

22. Trapsilowati W, Suskamdani. Studi kualitatif pengetahuan dan peran tokoh masyararat dalam pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kota Salatiga. Media Litbang Kesehat. 2007;17(4):9-13.

23. Erlan A. Promosi kesehatan dalam pengendalian filariasis. BALABA. 2014;10(02):89-96.

24. Isnani T, Ikawati B, Sholichah Z, Prastawa A. Nilai budaya jawa dalam pengendalian malaria untuk mencapai eliminasi malaria di kawasan bukit menoreh. Bul Penelit Sist Kesehat. 2021;24(4):252-64.

25. Ipa M, Astuti EP, Ikawati B, Wijayanti T, Ramadhan N, Agus M, et al. Indigenous perspective of lymphatic filariasis in endemic region Indonesia. BALABA. 2020;16(1):29-38. doi:10.22435/blb.v16i1.2648.

26. Juhairiyah J, Fakhrizal D, Hidayat S, Indriyati L, Hairani B. Kepatuhan masyarakat minum obat pencegah massal filariasis (kaki gajah): studi kasus Desa Bilas, Kabupaten Tabalong. J Vektor Penyakit. 2019;13(1):49-58. doi:10.22435/vektorp.v13i1.956.

27. Dickson BFR, Graves PM, Aye NN, Nwe TW, Wai T, Win SS, et al. Risk factors for lymphatic filariasis and mass drug administration non-participation in Mandalay Region, Myanmar. Parasites and Vectors. 2021;14(1):1-14. doi:10.1186/s13071-021-04583-y.
Published
2023-01-23
How to Cite
1.
Santoso S, Yahya Y, Taviv Y, Rahayu K, Supranelfi Y, Mahdalena V, Nurmaliani R, Arisanti M, Marini M, Suryaningtyas N, Surya Permadi IGW, Wurisastuti T. Peran Pengambil Kebijakan dan Masyarakat dalam Pencegahan Penularan Filariasis (Studi Kualitatif). blb [Internet]. 23Jan.2023 [cited 2May2024];18(2):139-48. Available from: http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/blb/article/view/6296
Section
Articles